Istilah
axiology berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya
nilai atau sesuatu yang berharga, sedangkan logosartinya
akal atau teori. Axiologyartinya
teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, status metafisik dari
nilai. (Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 2015: 26).Aksiologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Dengan kata
lain aksiologi adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai dan kegunaan ilmu
pengetahuan itu. Secara moral dapat dilihat apakah nilai dan kegunaan ilmu itu
berguna untuk peningkatan kualitas kesejahteraan dan kemaslahatn umat manusia
atau tidak. Landasan aksiologi berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut
dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. (Mohammad Adib, 2011: 78-79). Sejalan
dengan penjelasan dari Jujun S. Suriasumantri dalam Dian Ekawati, 2013 bahwa
Aksiologi adalah teori, nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh.
Menurut
Runes, terdapat empat faktor penting yang berkaitan dengan problem utama
aksiologi, yaitu: (Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 2015: 27-28):
1)
Kodrat nilai berupa
problem mengenai apakah nilai itu berasal dari keinginan (Voluntarisme: Spinoza), kesenangan (Hedonisme: Epicurus, Bentham, Meinong), kepentingan (Perry),
preferensi (Martineau), keinginan rasio murni (Kant), pemahaman mengenai
kualitas tersier (Santayana), pengalaman sinoptik kesatuan kepribadian (personalisne: Green), berbagai
pengalaman yang mendorong semangat hidup (Nietzsche), relasi benda-benda
sebagai sarana untuk mencapai tujuan atau konsekuensi yang sungguh-sungguh
dapat dijangkau (pragmatisme: Dewey)
2)
Jenis-jenis nilai
menyangkut perbedaan pandangan antara nilai intrinsik, ukuran untuk
kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental yang menjadi penyebab
mengenai nilai-nilai intrinsik.
3)
Kriteria nilai artinya
ukuran untuk menguji nilai yang dipengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan
logika.
4)
Status metafisik nilai
mempersoalkan tentang bagaimana hubungan antara nilai terhadap fakta-fakta yang
diselidiki melalui ilmu-ilmu kealaman, kenyataan terhadap keharusan pengalaman
manusia tentang nilai pada reaitas kebebasan manusia.
Salah satu
cabang aksiologi yang banyak membahas masalah nilai baik atau buruk adalah
bidang etika. Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos = watak. Sedangakan moral berasal
dari kata Latin mos dalam bentuk
tunggal, bentuk jamaknya mores =
kebiasaan. Istilah etika atau moral dalam Bahasa Indoesia dapat diatikan
kesusilaan. (Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 2015: 29)
Etika mengandung
tiga pengertian, yaitu: (Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 2015: 29)
1)
Kata etika bisa dipakai
dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pengangan seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2)
Etika berarti kumpulan
asas atau nilai moral
3)
Etika merupakan ilmu
tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru bisa menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat
menjadi refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.
Dari uraian di atas
dapat dilihat bahwa ketika kita membahas tentang aksiologi ilmu, berarti kita
membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Ketika kita membahas tentang nilai, maka nilai itulah yang menjadi
tolak ukur kebenaran ilmiah, etik, dan moral sebagai dasar normatif dalam
penelitian, penggalian, dan penerapan ilmu. Dengan kata lain ketika aksiologi
ilmu membicarakan tentang nilai baik atau nilai buruk, maka kita akan
membicarakan etika. Ketika kita berbicara tentang etika maka kita akan membahas
tentang moral.B. Hubungan antara Ilmu dengan Moral
Definisi
ilmu yang berasal dari istilah sciencedalam
arti sebagai natural science,
biasanya dimaksud dalam ungkapan “sains dan teknologi” adalah penelaahan dari
ilmu alam dan penerapan dari pengetahuan ini untuk maksut praktis. Di bawah ini
definisi ilmu dari bebarapa ahli: (Mohammad Adib, 2011: 49)
a.
Jhon G. Kemeny
menjelaskan bahwa ilmu adalah semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara
metode ilmiah.
b.
Charles Singer
merumuskan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan.
c.
Prof. Harnold H. Titus
mengungkapkan bahwa banyak orang yang telah mengguanakan ilmu untuk menyebut
suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Ilmu
merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan
apakah yang ingin kita ketahui (ontologi), bagaimanakah cara kita memperoleh
pengetahuan? (Epistimologi), dan apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
(Aksiologi). Dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan
manusia. Sehingga ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai keseluruhan dari
pengetahuan yang terkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu. (Mohammad
Adib, 2011: 46)
Ilmu
seringkali diartikan sebagai pengetahuan, padahal tidak semua pengetahuan dapat
dianamakan sebagai ilmu melainkan penegetahuan yang diperoleh dengan cara-cara
tertentu berdasarkan kesepakatan para ilmuawan. Pengetahuan yang disepakati
itulah yang bisa menjadi ilmu dan dapat diuji dengan enam komponen utama, yaitu
problems, attitude, method, activity, conclusions, dan effects.(Mohammad
Adib, 2011: 47)
Jika sudah menjadi ilmu
pengetahuan maka klasifikasi ilmu berkembang secara umum menjadi beragam
cabang: natural sciences, seperti
ilmu fisika, kimia, astronomi, biologi, botani; social sciences, seperti sosiologi, ekonomi, politik, antropologi; humanity sciences, seperti ilmu bahasa,
agama, kesusastraan, kesenian, dan filsafat.Dalam ilmu termuat pengetahuan
manusia yang bersifat alamiah (natural) kemudian dikonstruksi menjadi
teori-teori yang dapat memberikan konklusi bagi setiap persoalan-persoalan
kehidupan.(Mohammad Adib, 2011: 48).C. Tanggung jawab ilmuan
Penerapan dari ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan
mempunyai pengaruh pada proses perkembangan lebih lanjut ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berarti ilmuwan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab
pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal.
Menurut bukunya Hirzati
Yusro,iIlmu merupakan hasil karya seseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji
secara terbuka. Penciptaan ilmu ini bersifat individual dan penggunaan ilmu
adalah bersifat sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem
komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang
berjalan secara efektif. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan
saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara
langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah mempunyai fungsi dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada
penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab
agar keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Suriasumantri
Jujun S, 2000:237). Ilmu bertanggung jawab atas perubahan sosial, hal itu
berarti ilmu telah mengakibatkan perubahan sosial dan juga ilmu bertanggung
jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut bersangkut
paut dengan masa lampau dan juga masa depan (Ihsan Fuad,2010:281). Ilmuwan berdasarkan
pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi.
Umpamanya saja apakah yang akan terjadi dengan ilmu dan teknologi kita di masa
depan berdasarkan proses pendidikan keilmuan sekarang. Dengan kemampuan
pengetahuannya seorang ilmuwan juga harus dapat mempengaruhi opini masyarakat
terhadap masalah-masalah yang seharusnya
mereka sadari (Suriasumantri Jujun S,2000:241). Seorang ilmuwan pada
hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Bukan
saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga
segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti. Seorang
ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu begitu saja tanpa suatu pemikiran
yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara
berpikir seorang awam (Suriasumantri Jujun S, 2000 : 243).
Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan
bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan
bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima
pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau
perlu berani mengakui kesalahan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan
kekuatan yang akan memberinya keberanian. Demikian juga dalam masyarakat yang
sedang membangun maka harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan
suri teladan (Suriasumantri Jujun S, 2000: 244).
Menurut
Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Menurut Sapriya
dan Abdul Aziz Wahab tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk
warga negara yang baik (to be good citizens). Somantri (2001) melukiskan warga
negara yang baik adalah warga negara yang patriotic, toleran, setia terhadap
bangsa dan negara, beragama, demokratis. Menurut Numan Somantri (2001) pernah
mengemukakan bahwa tujuan PKn hendaknya di rinci dalam tujuh kurikuler :
1. Ilmu pengetahuan, yang mencakup fakta, konsep, dan
generalisasi
2. keterampilan intelektual, dari keterampilan sederhana
sampai keterampilan kompleks dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih,
dari berpikir kritis sampai berpikir kreatif.
3. sikap , meliputi nilai, kepekaan, dan perasaan
4. keterampilan sosial,
0 komentar: